Skip to main content

Featured

Part 1 Caregiver Life: Indera Ke-6 Mamiku

Sekitar pertengahan Juli kami mendengar kabar yang kurang menyenangkan. Izinkan aku memulai cerita dari sehari sebelumnya, waktu itu mamiku bilang ke aku dengan wajah serius, "Nik, oma Ewet tuh kondisinya yak apa?" "Ya gitu deh, hasil lab masih belum keluar," jawabku. "Kenapa Oma?" aku tanya balik ke mami, karena merasa heran, tumben dia nanya kondisi besannya. "Tadi malam mami mimpi lihat oma Ewet di-make up cantik sekali, rambutnya pakai kayak bunga-bunga gitu. Trus ada keluarganya kumpul-kumpul semua, mami bantu jaga anak-anak kecil keluarganya oma Ewet," kata mami serius. "Wah, kita doakan aja semoga gak ada apa-apa," kataku mulai kawatir. "Iya," sahut mami, lalu kami pun melanjutkan kesibukan kami masing-masing. Mami tuh ibu kandungku, dia tinggal bersamaku. Dia termasuk orang dengan sixth sense. Sudah banyak firasat yang dia dapat itu terbukti benar. Dulu ketika aku hamil, dia tahu duluan sebelum aku kasi tahu, setelah d

Suka Duka Kuliah Lagi

Tidak mudah ternyata kuliah di usia yang sudah "segini", yaitu ketika sudah berkeluarga, punya usaha, tanpa asisten. Top dah. Lebih terasa lagi ketika ada rentetan acara keluarga yang tak terduga.

Proses perkuliahannya memang online, dan gratis. Saya pikir, justru kedua faktor ini yang membuat prosesnya jadi berat. Perkuliahan online dipenuhi dengan tugas-tugas. Assessment didasarkan pada keberhasilan mengerjakan tugas. Sedangkan perkuliahan biasa, assessment juga didasarkan dari kehadiran. Ini juga yang membutuhkan banyak waktu, karena selain tiap minggu ada tugas, juga ada kewajiban untuk mengevaluasi tugas teman kuliah. Nah, mengerjakan tugas pun membutuhkan banyak waktu dan harus aktif mencari-cari data di luar materi yang diberikan. Benar-benar proses belajar mandiri dan berjejaring!

Gratis... nah, ini juga yang membuat komitmen pada perkuliahan jadi sulit. Kalau berbayar, ada rasa wajib menyelesaikan, kalau tidak mau rugi. Kalau  gratis ini, dengan mudah kita meninggalkan saja perkuliahan itu. Tapi, setelah ditempa melalui kerja di dunia virtual dengan orang dari berbagai belahan bumi, bagi saya komitmen untuk bertahan ini lebih mudah dicapai, walaupun masih sering terhuyung-huyung dalam membagi waktunya. Memang beda hasil yang dicapai antara bekerja dengan belajar, walaupun sama-sama keduanya dilakukan di tingkat internasional. Tapi paling tidak saya telah belajar untuk tidak sembarangan mengingkari komitmen.

Pokoknya, harus semangat untuk menambah nilai diri dan kecerdasan.

Comments

Popular Posts