Skip to main content

Cerita Horor Di Balik Media Sosial


Media sosial (=Social media) sudah menjadi makanan sehari-hari bagi masyarakat Indonesia. Facebook, Twitter, G+, WhatsApp, Line, dll. adalah media sosial. Rata-rata, tidak hanya sekali dalam sehari media sosial ini diakses oleh per individu. Sepanjang waktu, apalagi ketika ada bunyi notifikasinya, orang akan menengok HP atau komputernya untuk melihat ada apa gerangan di antara teman-teman online?

Sebetulnya fungsi media sosial itu sangat banyak. Mendekatkan yang jauh, melancarkan perdagangan, melancarkan tukar menukar info dan share pengalaman. Itu jika diambil nilai-nilai positifnya. Tapi banyak juga nilai negatifnya. Apa saja itu?

1. Ketika media sosial menjadi sarana penyampai uneg-uneg pribadi tentang hal-hal yang sangat pribadi. Seperti misalnya : emosi tentang seorang teman atau saudara yang dilampiaskan melalui tulisan di media sosial. Akhirnya, jika orang yang dituju itu kebetulan membaca status tersebut atau mengetahuinya dari orang lain yang membacanya, akan terjadi pertengkaran.

2. Ketika media sosial menjadi sarana penyampai kejelekan seseorang atau lembaga atau perusahaan, lalu orang/lembaga/perusahaan tersebut tidak terima dengan pemberitaan yang jelek, dan terjadilah pertengkaran melalui meja hijau. Ini akan menjadikan urusan enteng menjadi sangat berat.

3. Ketika waktu dihabiskan sangat banyak dengan bermedia sosial, menjadi seperti sebuah ketergantungan. Akibatnya, keluarga yang ada di dekatnya malah terabaikan. Padahal keutamaan yang sebenarnya adalah yang ada di dekat kita, bukan yang kita dapat dari dunia maya. Banyak pasangan yang bercerai, anak yang salah didik, dan bisnis yang kacau balau hanya karena si pelaku banyak menghabiskan waktu di media sosial, bersosialisasi dengan yang lain.

4. Ketika postingan-postingan di media sosial berpotensi membahayakan jiwa. Misalnya postingan tentang keberadaan (check-in), tentang kepemilikan harta benda, tentang bepergian dengan rumah dalam kondisi kosong.


Nah, pada umumnya, ketika hal-hal di atas terjadi, seseorang jadi enggan berhubungan dengan sosial media, istilahnya ada "kapok". Tapi ya... kalau orang jawa bilang itu "kapok lombok", biar sudah jera tapi beberapa hari lagi akan kembali lagi .... hehehe.... itulah yang disebut dengan "ketagihan". Mengerikan ya.

Tapi jika kita bisa memanfaatkan media sosial dengan baik, maka kebaikan pula yang kita dapatkan. Saran saya :

1. Gunakan media sosial dengan kontrol emosi yang maksimal, karena banyak hal di media sosial yang bisa memancing emosi marah, jengkel, dan iri hati.

2. Gunakan media sosial bukan untuk menyerang seseorang atau lembaga, tapi gunakan untuk menyampaikan aneka saran perbaikan yang bernada positif dan bisa diterima berbagai pihak.

3. Gunakan media sosial bukan untuk berkeluh kesah. Bagaimana pun pembaca/teman online yang membacanya akan jenuh jika isi postingan anda hanyalah keluhan tentang berbagai hal.

4. Gunakan media sosial untuk menyajikan isi kepala yang cerdas, bukan menyajikan harta benda yang dimiliki.

5. Gunakan media sosial untuk sarana latihan menulis dengan tata bahasa yang baik dan benar, dengan isi yang cerdas dan menghibur. Sekarang banyak orang yang lebih terbiasa menulis dengan cara alay. Cara ini sungguh sangat tidak mendidik dan tidak cerdas, karena akan mematikan kepandaian berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

6. Gunakan media sosial tidak dengan impulsif! Apa itu impulsif? Impulsif adalah bertindak tanpa berpikir lebih dahulu. Menuliskan emosi tanpa berpikir lebih dahulu. Ingatlah bahwa segala postingan di sosial media itu dibaca oleh sangat banyak orang. Ketika anda menyampaikan emosi dengan impulsif dan sangat menyasar pada orang atau lembaga tertentu, maka postingan itu pun bisa dibaca secara umum. Berpotensi menjadi pertengkaran lanjutan.

Itu hanya sebagian dari opini saya tentang menyikapi dan bertindak dalam ranah media sosial. Tampaknya media sosial memang tidak bisa disikapi dalam ranah personal, atau pribadi. Yang pribadi memang hanya milik kita, milik keluarga, bukan milik masyarakat umum. Memang harus pandai-pandai memilah mana yang layak jadi konsumsi pribadi saja, mana yang bisa jadi konsumsi umum dalam media sosial, hingga kita bisa memanfaatkan media sosial untuk kemajuan pribadi.

Comments

Popular Posts