Skip to main content

Menjadi Single Mom


Minggu ini saya berkesempatan merasakan peran sebagai single parent, yaitu ketika suami harus keluar pulau hingga 4 hari, asisten liburan, ibu saya sendiri juga sedang berada di rumah kakak. Kesempatan ini sebetulnya bisa dinilai dalam 2 sudut pandang: positif dan negatif. Jika dipandang dari sudut pandang positifnya, kesempatan ini adalah waktunya untuk mencoba menjadi single parent, merasakan bagaimana stress dan hebohnya jadi single parent. Kalau dipandang dari sudut pandang negatif, ya yang terasa hanya beban beratnya saja.

Ya, bebannya sangat berat. Apalagi ketika ini kau harus survive dengan uang belanja yang sangat mepet. Selain itu, anak saya juga adalah homeschool kid, saya mendidiknya sendiri, bagaimana pun tentu beda ya antara anak yang sekolah. Ketika anak sekolah ibu bisa memiliki waktu untuk dirinya sendiri, atau untuk urus rumah, beda dengan homeschool. Belum lagi rasa kangen suami yang mendera dengan sangat, ini sangat mempengaruhi kondisi emosional saya sebagai perempuan. Kalau salah langkah, anak pun tak terurus, pekerjaan telantar, konsumen marah, uang belanja pun bisa gak cukup deh…

Fiuh! Benar-benar deh…

Dari sini saya kagum dengan single parent yang bisa survive bahkan sukses mendidik dan mengasuh anak yang bahagia. Pada artikel ini saya tidak akan berbagi tips, saya hanya akan berbagi pengalaman saya selama 4 hari ini… pengalaman heboh dan emosional, hingga saya merasa perlu untuk menutup diri dari kehebohan media sosial untuk bisa punya banyak waktu urus keluarga.

Single Parent Berarti Seluruh Waktu Adalah Untuk Anak
Kalau biasanya, ada ayahnya untuk berbagi waktu pengasuhan. Tapi sekarang tidak lagi, seluruh waktunya adalah dengan saya. Segala pertanyaan dan interaksi ya hanya dengan saya.

Single Parent Berarti Team Up Dengan Anak
Tidak hanya menjadi pemimpin bagi anak, seorang single parent harus mampu team up dengan anak, ini demi kepentingan bersama, berbagi tugas supaya tugas ibu tidaklah terlalu berat. Pekerjaan yang bisa dilakukan anak itu akan lebih baik bila didelegasikan pada anak walaupun itu tugas yang ringan. Sesuaikan saja dengan kemampuan anak, namun juga jangan underestimate, kenalilah kemampuan anak sebaik-baiknya.

Single Parent Berarti Urus Sendiri Keuangan Keluarga
Ya, siapa lagi yang akan urus pembagian harta keuangan kalau bukan single parent itu sendiri? Maksudnya, pembagian yang segini untuk belanja dapur, segini untuk belanja bersih-bersih, segini untuk transport, dan kalau ada sisanya barulah untuk foya-foya. Tapi dalam kondisi ke-single parent-an saya kali ini, uangnya cuma cukup untuk dapur! Hahahaha…boro-boro foya-foya… untuk transport aja gak ada. Jadinya kalau mau jalan ya ke tempat yang terjangkau alat transportasi kaki.

Single Parent Berarti Harus Punya Hiding Place Untuk Nangis!
Ini yang sangat penting! Jangan sampai anakmu melihat kau sering menangis. Kalau sekali saja sih ya gak papa lah sekalian mengajarkan bahwa kita juga punya perasaan dan dia harus belajar empati pada orangtuanya. Tapi kalau keseringan gak baik juga, karena nantinya akan timbul kesan dalam benak anak kalau orangtuanya menyesali kehidupannya, ini gak baik bagi perkembangan kejiwaan anak. Jadi, hiding place itu sangat dibutuhkan.

Single Parent Berarti Harus Praktis, Dilarang Memiliki Idealisme!
Terutama dalam hal kebersihan rumah dan penampilan pribadi. Yang penting bersih aja deh… gak perlu terlalu rapi apalagi make up full version. Namun, seringkali dibutuhkan juga ketidak-idealan dalam hal bermasyarakat. Gak mungkin bisa gaul segaul-gaulnya dengan tetangga, karena waktu yang sangat mepet. Untuk diri sendiri saja waktunya jadi sangat terbatas, apalagi untuk orang di luar rumah. Arisan, sosialisasi, kemungkinan akan jarang bisa dihadiri. Tapi sesekali tetap harus hadir, karena bagaimana pun, tetangga adalah keluarga terdekat kita. Kalau ada sesuatu terjadi pada kita, tetanggalah yang pertama akan kita hubungi dan harapkan bantuannya.

Kenyataan pengalaman 4 hari ini benar-benar membuat saya kagum dengan para single parent, terutama single mom. Mereka tabah menjalani peran dan tugasnya. Bahkan tidak sedikit yang menjalaninya hingga seumur hidup. Walaupun tak sedikit pula yang menyerah dan akhirnya mencari pendamping.

Comments

Popular Posts