Skip to main content

Membawa Kucing Dari Pelosok Riau Ke Jakarta Dengan Pesawat



Dulu aku pernah merasa sangat sedih dan merasa bersalah pada dua ekor kucing yang ku tinggal di rumah untuk pindah ke luar pulau. Awalnya ada seorang pembantu yang bersedia menjaga mereka, tapi dalam beberapa minggu pembantu itu sudah out gara-gara (katanya sih ya…) anaknya gak mau ditinggal kerja. 

Trus di tempat tinggal yang baru aku punya kucing, sekarang sih ada tiga ekor. Dan kejadian lagi, aku pindah balik ke Jawa. Karena terlanjur sayang, aku bertekad membawa kucing-kucingku itu ikut aku ke Jawa. Ternyata memang penuh perjuangan! Apalagi kalau lewat jalur 100% legal ya… kalau pakai yang gak legal sih gampang… yang penting duit ada sebanyak dua juta untuk per ekor kucing, jadi total yang harus aku keluarkan adalah enam juta! Aku sih gak punya duit segitu. Hidup sehari-hari aja mesti ngirit. Jadi satu-satunya jalan adalah dengan berjuang melalui jalur legal.

Dan ternyata, gak banyak teman cat lover-ku yang tahu tentang seluk beluk memindahkan kucing antar propinsi dengan cara yang legal ini. Hal ini aku tahu ketika pertama kali mau cari info beberapa bulan yang lalu. Aku banyak dibantu oleh seorang teman yang dokter hewan di Pekanbaru. Dari dia aku tahu pihak-pihak mana saja yang harus ku hubungi untuk meminta info detail. Dan kebanyakan apa yang kulakukan di postingan ini adalah hasil dari bertanya pada mereka-mereka itu.

Oiya, ini aku cerita dari pengalaman kucing ya, kalau untuk anjing mungkin sama, hanya jenis vaksinasinya yang beda. Kalau untuk binatang lain aku gak paham, sebaiknya dicari info dari pihak-pihak yang terkait.

FYI, gak semua daerah di Indonesia bisa dimasuki binatang dari daerah lain. Contohnya: Batam, Bali, dan Papua itu adalah 3 daerah yang sama sekali gak mengijinkan hewan masuk walaupun surat-surat dan vaksinasinya lengkap dan legal, karena mereka adalah zonasi “rabies historical” maksudnya, hewan itu bebas rabies dari induk-nenek-uyut-dan seterusnya yang bebas rabies juga. Jadi rabiesnya gak cuma vaksinasi saat itu. Waktu aku tanya soal ini ke balai karantina di salah satu daerah itu, mereka bilang kalau ada binatang nekat dibawa masuk akan dipulangin paksa atau… ditembak mati! Aduh… ngeri kan tuh...

Ok, aku ceritakan detail urut-urutannya memindahkan kucing secara legal dari daerah pelosok di Riau ke Jakarta. Segala proses perpindahan ini kami lakukan di Tembilahan - Riau pada tahun 2019, jadi harga yang tercantum adalah harga yang berlaku pada tahun 2019 ya. Tulisan ini akan panjang, siapin kacang rebus atau popcorn untuk teman baca.

Pertama
Yang harus dilakukan adalah: vaksinasi rabies. Vaksinasi rabies adalah suatu keharusan, ini adalah syarat untuk pengurusan surat karantina. Tapi jika ada uang lebih, silakan vaksin komplit (rhinotracheitis, calicivirus, panleukopenia, chlamydia), ini bagus karena kucing akan melewati perjalanan panjang dan kemungkinan di jalan bisa bertemu hewan lain yang membawa virus berbahaya. Dengan vaksin komplit, kucing akan memiliki tameng. Vaksin rabies itu sangat murah, cuma Rp. 30.000 per kucing. Sedangkan vaksin komplit sekitar Rp. 200.000 per kucing. Vaksinasi kami lakukan pada awal bulan Agustus.

Kedua
Lakukan test darah untuk mengetahui bahwa kucing sudah terproteksi. Ini dilakukan 30 hari setelah vaksinasi. Karena di tempat kami tidak ada sarana lab untuk pengetesan darah kucing, maka serum darah yang sudah diambil oleh dokter hewan dikirim ke Bukittinggi dengan menggunakan travel untuk ditest di lab yang ada di sana. Pengetesan ini membutuhkan biaya Rp. 30.000 per ekor, dan biaya travel untuk pengiriman sampel darah Rp. 30.000 untuk ketiga ekor kucing. Pengetesan ini membutuhkan waktu hingga 2 minggu tergantung kinerja lab.

Waktu itu, pengambilan darah dilakukan di rumah kami, dengan pertimbangan supaya kucing-kucing lebih familiar dan gak begitu stress. Dari ketiga kucing kami, yang paling susah adalah kucing jantan. Tenaganya sangat kuat dan dia cenderung mencari obyek untuk digigit, sampai kami kewalahan, tangan suami pun jadi korban walau tidak sampai berdarah parah.

Ketiga
2 minggu kemudian hasil test darah keluar, kami mulai mengurus Sertifikat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) pada Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan. Mengurus surat ini kalau beruntung seperti kami ya cuma sehari prosesnya. Biayanya gratis. SKKH ini berlaku 1 tahun sesuai dengan umur vaksin.

Keempat
Selanjutnya mulai mengurus surat karantinanya, yaitu Sertifikat Kesehatan Hewan pada Badan Karantina Pertanian. Walaupun namanya pakai “pertanian”, tapi memang di situlah proses mengurus sertifikat ini dilakukan. Dan karena namanya sertifikat, maka ada logo hologram di bagian kop surat. Kami mengurus sertifikat ini di Tembilahan, tidak di Pekanbaru yang adalah ibukota propinsi dan tempat bandara keberangkatan. Jadi intinya, jika anda tinggal di luar ibukota propinsi, cari tahu apakah ada Badan Karantina Pertanian di situ yang bisa mengurus sertifikat ini, agar ketika berangkat bisa langsung menuju bandara. Biaya pengurusan Sertifikat Kesehatan Hewan (surat karantina) ini adalah Rp. 45.000 untuk semua kucing kami sekaligus, saya hanya mendapat 1 lembar sertifikat untuk 3 kucing.

Sebaiknya sebelum mengurus pada tahap 4 ini, anda persiapkan dulu keberangkatan kucing termasuk tiket, bagasi, atau cargo jika memang pakai cargo. Semua harus sudah ada di tangan karena sertifikat ini hanya berlaku 3 hari. Kalau setelah 3 hari sejak sertifikat ini keluar anda baru akan berangkat itu artinya anda harus mengurus pembuatan sertifikat ini lagi.

Sampai di tahap ini, banyak teman mengira bahwa kucing kami harus menjalani proses karantina yaitu disimpan di Badan Karantina selama beberapa hari sebelum dan sesudah keberangkatan. Prosesnya tidak begitu karena vaksinasi kucing kami sudah lengkap. Jika tidak ada kejelasan vaksinasi mungkin akan diperlakukan begitu.

Oiya, kami memilih membawa kucing kami bersama kami dalam satu penerbangan, tidak menerbangkannya melalui cargo, karena kami tidak ingin repot bolak balik ke bandara. Kalau melalui cargo itu artinya kucing berangkat selisih 2-4 jam dari penerbangan kami, tergantung keberangkatan pesawat cargonya. Biayanya memang lebih besar kalau sepenerbangan dengan kami karena dihitung dari jumlah berat bagasi. Kalau cargo lebih murah perhitungannya.

OK, sampai di sini, selanjutnya adalah sharing kami tentang proses perjalanan mereka. Dari rumah di pelosok Riau hingga ke Jakarta.

Hari pertama
Kami berangkat sore, pukul 16:00 diawali dengan naik boat ke Tembilahan dengan waktu tempuh 1 jam. Tapi boat baru datang lebih dari setengah jam setelah 16:00. Sampai di Tembilahan sudah pukul 17:30, kami langsung lanjut dengan mobil sewaan. Kami memutuskan untuk menyewa mobil saja demi kenyamanan. Dan kami cukup beruntung mendapatkan sopir yang tidak ngawur nyetirnya. Pengalaman kami selama ini baik itu ke Jambi maupun ke Pekanbaru sopir travel selalu bikin mabok penumpangnya. Anak saya bahkan pernah sampai mabok 9 kali selama 3 jam perjalanan ke Jambi! Tapi walaupun begitu, kucing-kucing kami tampak stress. Ya maklumlah mereka tidak pernah naik mobil sebelumnya karena di daerah pelosok kami tidak ada mobil, dan tidak ada jalan yang bisa dilewati mobil.

Hari kedua
Pukul 03:00 kami sampai di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru. Tapi bandara belum buka, sehingga kami menunggu di bawah eskalator. Pukul 04:00 bandara dibuka, kami menuju ke loket check in Lion Air. Selama ini banyak banget orang yang mendatangi kami dan menanyakan ini-itu tentang membawa kucing dengan pesawat. Untungnya, Bandara Sultan Syarif Kasim II tidak memiliki x-ray sebelum check in, sehingga sampai saat ini kucing-kucing kami tidak melewati x-ray. Kalau di bandara lain mereka harus lewat x-ray seperti koper.

Di loket check in petugas melihat kelengkapan surat-surat kami: Sertifikat Kesehatan Hewan (surat karantina), SKKH, dan buku vaksin. Lalu menimbang berat kucing + pet carrier untuk melihat kesesuaiannya dengan bagasi yang kami pesan. Setelah semua sesuai, pet carrier diberi sticker bagasi, lalu petugas memanggil petugas lain yang mengurus bagian pengangkutan hewan. Kami diajak ke Ruang Rekonsiliasi, di sini petugas menanyakan beberapa pertanyaan seputar vaksinasi dan kelengkapan surat-surat serta maksud kami membawa kucing-kucing kami ini terbang. Lalu petugas mem-fotocopy surat karantina dan menempelkannya pada tiap pet carrier. Sedangkan semua surat asli dikembalikan pada kami. Petugas mengatakan agar setiba di Jakarta kami mengambil kucing-kucing kami ini di ruang Lost & Found. Setelah itu kami diijinkan petugas untuk masuk ke ruang tunggu boarding dan kucing-kucing kami tinggalkan bersama petugas itu.

Oiya saya belum menjelaskan kenapa saya memilih Lion Air untuk penerbangan ini. Saya biasa terbang dengan Batik Air, jarang banget pakai Lion. Kali ini harus pakai Lion karena hanya Lion yang bagasinya bisa dialiri oksigen, sedangkan jenis airbus seperti Batik itu tidak ada aliran oksigennya. Jadi ketika pilot sudah siap di pesawat petugas akan memberi tahu bahwa ada binatang di dalam bagasi, sehingga pilot bisa menghidupkan aliran oksigen di bagasi.

Sampai di Jakarta, kami keluar dari pesawat menuju pengambilan bagasi dan ruang Lost & Found. Seperti biasa, kami ke toilet dulu untuk BAK, biasalah… udara dingin AC pesawat membuat kami selalu mengunjungi toilet setelah tiba. Setelah keluar dari toilet, mendekati ruang Lost & Found, kami lihat pet carrier kucing kami ternyata ada di conveyor tempat koper-koper berjalan! Untung kami melihatnya, jika tidak wah bisa lama lagi menunggunya. Kami langsung mengambilnya, lalu tak lama kemudian kucing kami yang lain muncul juga di conveyor ini! Wah tidak jadi ke ruang Lost & Found! Di sini pun banyak yang menanyakan pada kami tentang membawa kucing… hehehe… mendadak banyak yang interview.


Salah satu kucing kami sedang "naik odong-odong"... hahaha...

Setelah semua terkumpul, kami jalan ke pet clinic dekat rumah. Kami memang sengaja untuk drop mereka di sana, karena saya yakin mereka ini sedang stress dan biar diobservasi dulu oleh dokter karena saya tidak tahu apa yang mereka alami selama perjalanan, apakah ada benturan, atau trauma lain. Tapi setelah diamati dokter, tidak ada gejala trauma, hanya saja stress karena mengalami perjalanan yang panjang selama 16 jam. Gejala stress mereka adalah tidak mau makan jika tidak disuapin, dan tidak BAK selama 2 hari dan tidak BAB selama 3 hari, itu sebabnya kami putuskan untuk memperlama mereka di pet clinic. Lalu ketika dokter hewan di sana menyatakan kucing kami sudah mau makan sendiri, BAK dan BAB serta di perutnya gak ada tanda-tanda infeksi saluran kencing, barulah kami berani bawa pulang ke rumah barunya.

Jadi dari yang saya share ini, untuk kucing-kucing saya mengeluarkan uang sekitar Rp. 1.320.000 plus sekitar Rp. 500.000 untuk pet clinic. Beginilah sharing saya, semoga bermanfaat.

Comments

  1. Terimakasih buat sharingnya ..jadi nambah informasi.

    ReplyDelete
  2. Makanya jangan pindah2 ekekek. Kabuurr

    ReplyDelete
  3. uwuwuwuwuw.. naik pecawat dedeknyaa :3

    ReplyDelete
  4. Demi cinta ya....dan panjaaang prosesnya. Thanks infonya, Mar. Jadi mengerti prosesnya. Makanya banyak ya yg kl pindah, tdk mau membawa anabul. Ternyata bgini....

    ReplyDelete
  5. Demi cinta ya....dan panjaaang prosesnya. Thanks infonya, Mar. Jadi mengerti prosesnya. Makanya banyak ya yg kl pindah, tdk mau membawa anabul. Ternyata bgini....

    ReplyDelete
  6. Wow.. panjang prosedurnya.. lucu banget si kucing naik odong-odong :-) thanks infonya

    ReplyDelete
  7. Alternatif bawa pet cuma lion brarti saat ini ya, Ci. Trm ksh sdh berbagi.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts