Search This Blog
Sebuah hidup diantara anak, suami, ibu, crafting, writing, cooking, home educating, dan travelling
Featured
- Get link
- X
- Other Apps
Masih Ragu Untuk Menerima Vaksinasi Covid-19? Ini Pengalamanku
Vaksinasi Covid-19, bagiku ini adalah antara maju dan mundur, tidak sepasti orang lain yang tidak memiliki "teman" dalam tubuhnya. Aku berteman dengan diabetes type 1 yang adalah autoimmune dan sudah nyeret si hipertensi. Waktu awal-awal vaksin Covid beredar katanya penyintas autoimmune tidak boleh vaksin, lalu belakangan katanya: gak apa-apa, asalkan terkontrol. Nah, definisi "terkontrol" ini sejauh apa? Aku gak tahu.
Kalau dilihat dari nilai HbA1C jelas diabetesku gak terkontrol, begitu juga kalau dilihat dari tensi, tak terkontrol juga, tapi memang sih angka burukku gak pernah berlebihan buruknya. Seperti misalnya diabetes, angkaku gak pernah lebih dari 400, lalu tensi juga gak pernah lebih dari 180/100. Tapi apa itu "terkontrol"?
Suatu saat pengelola Apartemen Greenbay tempat aku tinggal mengumumkan dibukanya pendaftaran vaksinasi untuk usia dewasa 18-59 tahun, nekat aja aku daftar padahal belum tahu bisa atau nggak. Waktu itu yang semangat mendaftarkan ya suamiku, aku iyain aja sambil pasrah dan pesimis. Dalam hati aku bilang: "Ya biar didaftarin dulu, entar gak usah datang kan udah, beres." Hari demi hari ku lalui dengan bingung, lalu suara hatiku mengatakan: "Ke klinik aja, minta rekomendasi." OK aku turuti suara hatiku itu. Setelah melihat kondisiku dokter di klinik mengatakan aku boleh ikut vaksinasi. Namun dia juga menyarankan aku untuk ke dokter penyakit dalam supaya rekomendasinya lebih pasti terutama tentang faktor pengentalan darah dan tensi.
Jumat 11 Juni aku ke rumah sakit rujukan klinik. Wuih aku sempat tercengang dalam kegalauan, karena rumah sakit ini penuh banget di tempat pendaftarannya. Ngantrinya sudah gak ada jarak lagi, susah diatur orang-orang ini, sekaligus gak patuh pada prokes. Bahkan suamiku menyuruh aku pulang saja daripada ambil resiko tertular Covid. Aku pikir, udahlah gak apa-apa lanjut aja, yang penting aku berhati-hati dan jaga jarak.
Sepanjang antri mulai dari pendaftaran hingga antri di dokter, aku gak duduk sama sekali, berdiri! Padahal berjam-jam lho... dari jam 9-13 siang Kenapa begitu? Aku memutuskan berdiri supaya lebih aman, karena kalau berdiri aku akan mudah menghindari orang yang punya tanda-tanda Covid atau orang yang melanggar prokes. Selain itu, aku berdiri di area orang-orang tua yang berkursi roda, mereka jelas tidak sedang sakit Covid, karena kalau mereka ternyata kena Covid pasti mereka gak ada di situ, tapi di UGD. Kebanyakan dari mereka yang di kursi roda ini juga pakai perban di beberapa bagian tubuhnya, menandakan dia menderita luka yang tentu tidak menular seperti Covid.
Singkat kata, dokter internist di rumah sakit ini memberiku rekomendasi untuk vaksin... YAY! Walaupun begitu... aku masih tetap ragu lho antara vaksin atau nggak... hahaha... padahal semua jalan sudah terbuka kan. Entahlah, hati ini masih ragu. Bagaimana pun, aku juga takut membayangkan after effect-nya. Akan tetapi, di lain sisi pemikiranku, aku tahu badanku unik, sangat unik, sehingga ada suatu saat dimana badanku ini sangat kuat hingga gak bisa kena sakit apapun meskipun orang lain sakit itu, namun ada suatu saat dia sangat lemah. Mungkin ini efek keberadaan autoimmune juga, yang sangat ababil... hehehe.
Nasib berkata lain. Jumat kemarin (tulisan ini dibuat hari Sabtu setelah vaksinasi), di group apartement ternyata ada satu orang yang membatalkan ikut vaksinasi karena alasan kurang fit (ah entahlah, aku curiga beberapa orang pakai alasan ini karena kurang yakin dengan vaksin), ibu pengelola langsung menawarkan padaku untuk menggantikan orang yang batal itu. Lha kok aku langsung setuju! Yo wes akhirnya Sabtu ini aku vaksinasi.
Vaksinasi berjalan lancar, sangat lancar! Bahkan terlalu lancar, karena seharusnya kalau dihitung, belum waktunya aku dipanggil ke ruang vaksinasi. Waktu itu panggilan masih di nomor 14, aku nomor 24, nah seharusnya masih jauh kan... tapi aku sudah dipanggil. Ketika screening, aku ditanya:
Punya sakit diabetes? - Ya
Punya hipertensi? - Ya
Punya sakit jantung? - Tidak
Minum obat pengencer darah? - Tidak
Pernah kena Covid? - Tidak
Hasil tensi menunjukkan 175/85 (tensiku cenderung tinggi sehabis jalan agak jauh)
Tapi kata dokter vaksinatornya: boleh divaksin, langsung deh lengan kiriku dicubles oleh jarum suntik vaksinasi yang berisi Astra Zeneca, lalu aku disuruh masuk ke ruang observasi pasca vaksin.
Hingga saat tulisan ini dibuat, tidak ada keluhan apapun, termasuk rasa sakit pada lokasi suntikan. Padahal beberapa orang yang bersama aku di ruang observasi mengeluhkan lengannya terasa sakit kemeng (ngilu) akibat vaksinasi itu. Kalau aku pikir sih mungkin karena aku sudah terbiasa disuntik, setiap hari aku dapat tiga kali suntikan insulin di lengan, paha dan perut, itu yang bikin aku lebih kebal terhadap rasa sakit. Sampai saat ini aku juga belum merasakan demam atau apalah, semua baik-baik saja. Semoga begini terus.
Dan beberapa saat setelah aku sampai rumah kembali dari vaksinasi, eh... ada roti Heni's isi bakso ayam! Aaaah... suamiku memang baek banget! Kata dia, ini stock untuk yang abis vaksinasi, supaya perutnya aman... hahaha... kiss kiss pak Iggy terchayank <3
Tulisan ini dibuat untuk para pembaca yang punya keraguan sama denganku. Konsultasikan pada dokter, kalau perlu lebih dari satu dokter untuk mendapat jawaban yang memuaskan, entah itu "ya", atau "tidak".
Comments
Post a Comment