Skip to main content

Featured

Part 1 Caregiver Life: Indera Ke-6 Mamiku

Sekitar pertengahan Juli kami mendengar kabar yang kurang menyenangkan. Izinkan aku memulai cerita dari sehari sebelumnya, waktu itu mamiku bilang ke aku dengan wajah serius, "Nik, oma Ewet tuh kondisinya yak apa?" "Ya gitu deh, hasil lab masih belum keluar," jawabku. "Kenapa Oma?" aku tanya balik ke mami, karena merasa heran, tumben dia nanya kondisi besannya. "Tadi malam mami mimpi lihat oma Ewet di-make up cantik sekali, rambutnya pakai kayak bunga-bunga gitu. Trus ada keluarganya kumpul-kumpul semua, mami bantu jaga anak-anak kecil keluarganya oma Ewet," kata mami serius. "Wah, kita doakan aja semoga gak ada apa-apa," kataku mulai kawatir. "Iya," sahut mami, lalu kami pun melanjutkan kesibukan kami masing-masing. Mami tuh ibu kandungku, dia tinggal bersamaku. Dia termasuk orang dengan sixth sense. Sudah banyak firasat yang dia dapat itu terbukti benar. Dulu ketika aku hamil, dia tahu duluan sebelum aku kasi tahu, setelah d

Learn To Be Me - 3 : "Parla Come Magni"

"Parla come magni" -> say it like you eat it, when you're making a big deal out of explaining something, when you are searching for the right words, keep your language as simple and direct as Roman food 
(Liz Gilbert).

Sumber gambar

----------------------------------


Dalam proses memahami diri sendiri, kitalah yang paling bisa. Bukan orang lain, seahli apapun dia. Banyak orang menyatakan pada kita, kamu itu begini - kamu itu begitu. Mungkin ada benarnya, tapi bagaimana pun penilaian diri kitalah yang benar. Kita sendiri yang tahu seberapa besar kemampuan kita dalam menghadapi masalah. 


Paling tidak itulah yang saya yakini. Mungkin pada orang dengan tingkat keyakinan diri rendah akan berkata sebaliknya, bahwa opini orang lain terhadap dirinya itulah yang benar.


Dalam usaha rekonsiliasi dengan diri pribadi ini, banyak pengaruh dari luar yang berusaha membuat diri saya patuh terhadap opininya, opininya tentang diri saya. No, bukan itu yang saya inginkan. Saya ingin benar-benar menyatu dengan diri saya sendiri. Bukan dengan opini orang lain. Bagi saya, opini tersebut akan menyulitkan usaha saya. Menutup telinga dari opini orang lain adalah jalan yang termudah. 


Yang sulit adalah jika saya diminta menjelaskan : kenapa saya perlu melakukan rekonsiliasi? Kenapa tidak menjalani hidup dengan mengalir saja? Mulut saya langsung terbungkam. Bungkam tidak berarti saya mengurungkan niat saya untuk melakukan rekonsiliasi. Tapi saya tak menemukan satu kata pun untuk menjelaskan perasaan saya dengan tepat, paling tidak "tepat" menurut ukuran saya.


Saya teringat quote diatas yang berbunyi "Parla come magni". Jelaskan saja dengan singkat dan langsung begitu saja. Menurut saya ini adalah cara terbaik. Tapi TIDAK, saya belum bisa.

Comments

Popular Posts