Skip to main content

Featured

Part 1 Caregiver Life: Indera Ke-6 Mamiku

Sekitar pertengahan Juli kami mendengar kabar yang kurang menyenangkan. Izinkan aku memulai cerita dari sehari sebelumnya, waktu itu mamiku bilang ke aku dengan wajah serius, "Nik, oma Ewet tuh kondisinya yak apa?" "Ya gitu deh, hasil lab masih belum keluar," jawabku. "Kenapa Oma?" aku tanya balik ke mami, karena merasa heran, tumben dia nanya kondisi besannya. "Tadi malam mami mimpi lihat oma Ewet di-make up cantik sekali, rambutnya pakai kayak bunga-bunga gitu. Trus ada keluarganya kumpul-kumpul semua, mami bantu jaga anak-anak kecil keluarganya oma Ewet," kata mami serius. "Wah, kita doakan aja semoga gak ada apa-apa," kataku mulai kawatir. "Iya," sahut mami, lalu kami pun melanjutkan kesibukan kami masing-masing. Mami tuh ibu kandungku, dia tinggal bersamaku. Dia termasuk orang dengan sixth sense. Sudah banyak firasat yang dia dapat itu terbukti benar. Dulu ketika aku hamil, dia tahu duluan sebelum aku kasi tahu, setelah d

Learn To Be Me - 4 : Sepatuku VS Sepatumu

sumber gambar
Sepatu bermerk yang sama dengan nomer yang sama tidak menjamin bisa dipakai dengan kenyamanan yang sama oleh 2 orang yang berbeda, termasuk jika 2 orang itu memakai sepatu dengan nomer yang sama. Konon, bentuk sepatu akan mengikuti bentuk kaki dan cara jalan pemiliknya. Padahal, menurut sebuah penelitian, cara berjalan tiap orang berbeda, sangat berbeda layaknya sidik jari. Sehingga berdasarkan penemuan ini, dikembangkan sebuah kamera yang bisa mendeteksi pencuri atau perampok melalui cara jalan mereka (http://www.helium.com/items/1335724-gait-recognition-and-how-it-affects-you).

Perbedaan cara berjalan yang sangat individual sifatnya ini mampu merubah bentuk sepatu dengan sangat individual pula. Akibatnya, Jika si A berkata bahwa sepatunya sangat nyaman, belum tentu sepatu itu akan nyaman pula bagi si B dan si C, dst.

Lalu mengapa kita memaksakan orang lain memakai sepatu yang kita sebut nyaman itu? Mengapa kita memakaikan ukuran kita pada orang lain?

Kemarahan saya yang pertama adalah akibat ketidakkonsistenan seorang teman. Bukannya sangat kaku, tapi saya memang tidak suka orang yang, dalam bahasa jawa, mencla-mencle. Dengan mencla-mencle apakah dia bisa dipercaya? Tentu TIDAK! Itu sebabnya pula saya selalu tekankan pada anak saya supaya tidak mencla-mencle. Menjadi orang yang bisa dipercaya adalah suatu aset yang bisa membawa pada keberhasilan dan kesuksesan mencapai cita-cita dan kebahagiaan hidup.


OK-lah, itu ukuran "sepatu" saya, yang saya kenakan pada orang lain, dan akibatnya saya sendiri yang merasa marah, si orangnya sendiri tidak merasa salah. Saya jadi sadar bahwa saya salah, bukan tanggung jawab saya untuk mendidiknya yang telah dewasa dan notabene bukan anak saya.

Tapi kemudian, karena kemarahan saya ini, ada orang lain yang memaksa saya memakai sepatunya! Jelas tidak mau. Baiklah kita menyimpan sepatu kita untuk diri kita sendiri. Bahkan terhadap anak pun, pada siapa saya bertanggung jawab untuk mendidik, saya tak layak memakaikan sepatu saya padanya. Kenyamanan sepatu kita bukan untuk disombongkan. Tapi untuk kita rasakan sendiri.

Ketika ada yang bertanya : "Bagaimana sepatumu kok bisa tampak sangat nyaman buatmu?" barulah kita bisa memaparkannya, tapi bukan untuk memaksa orang lain memakai sepatu kita.

Comments

Popular Posts