Skip to main content

Featured

Part 1 Caregiver Life: Indera Ke-6 Mamiku

Sekitar pertengahan Juli kami mendengar kabar yang kurang menyenangkan. Izinkan aku memulai cerita dari sehari sebelumnya, waktu itu mamiku bilang ke aku dengan wajah serius, "Nik, oma Ewet tuh kondisinya yak apa?" "Ya gitu deh, hasil lab masih belum keluar," jawabku. "Kenapa Oma?" aku tanya balik ke mami, karena merasa heran, tumben dia nanya kondisi besannya. "Tadi malam mami mimpi lihat oma Ewet di-make up cantik sekali, rambutnya pakai kayak bunga-bunga gitu. Trus ada keluarganya kumpul-kumpul semua, mami bantu jaga anak-anak kecil keluarganya oma Ewet," kata mami serius. "Wah, kita doakan aja semoga gak ada apa-apa," kataku mulai kawatir. "Iya," sahut mami, lalu kami pun melanjutkan kesibukan kami masing-masing. Mami tuh ibu kandungku, dia tinggal bersamaku. Dia termasuk orang dengan sixth sense. Sudah banyak firasat yang dia dapat itu terbukti benar. Dulu ketika aku hamil, dia tahu duluan sebelum aku kasi tahu, setelah d

Ketika Anda Merasa Butuh Asisten Bidang Customer Service

Bukan... ini bukan tulisan untuk menawarkan jasa customer service, tapi lebih pada curhatan seorang working at home mom yang bergerak dibidang industri kecil banget dengan modal yang kecil.

Bekerja di rumah, dengan multiple peran, membuat kita harus pandai bicara. Jujur saja ya, peran sebagai ibu, penggerak organisasi, sebagai istri, dan sebagai anak itu tidaklah mudah jika ditambah dengan sebagai working at home mom. Bukannya tidak mensyukuri. Saya sangat beryukur dengan kedudukan langka ini. Selama masih bisa handle semuanya, why not?

Tapi... masih ada satu yang tidak bisa saya handle dengan baik hingga sekarang: posisi sebagai customer service yang baik bagi pelanggan, terutama bagi pelanggan yang ingin bertanya detail, hingga memerlukan konsultasi sampai seharian (bahkan ada yang lebih dari 2 hari hanya untuk memesan satu barang!). Iya, saya katakan seharian, karena bisa mulai pagi sampai malam terus bertanya tentang produk yang akan dipesannya.

Dalam kondisi ini, saya merasa butuh meng-hire seorang customer service. Tapi lalu saya berpikir lagi, bukankah hire customer service harus melakukan training juga? Paling tidak dia harus tahu berbagai produk saya (yang sudah ratusan model itu) dan filosofi pelayanan yang saya kembangkan. Dan... itu butuh waktu! Sama saja kalau saya lakukan sekarang, sama-sama menghabiskan waktu banyak.

Selain makan waktu, hire seorang customer service juga membutuhkan uang untuk menggajinya. Belum lagi menyediakan HP atau komputer khusus untuk dia bekerja. Belum... belum waktunya saya memiliki customer service.

Yang perlu saya lakukan sekarang adalah manajemen waktu yang lebih baik. Misalnya, saya akan terima dan jawab kontak hanya pada jam istirahat. Kalau tidak diatur, akan banyak pekerjaan yang harus saya korbankan, selain itu waktu dengan keluarga pun jadi berantakan. Tapi jika diatur, pelanggan pun akan protes, kenapa saya slow response, tidak fast response? Ada beberapa orang yang tak suka mendapat slow response. Konflik deh!

Lalu saya mendapat pemikiran bahwa: ini semua tergantung pada saya, mau dibawa kemana bisnis saya ini, apakah pada pengembangannya, ataukah tetap begini-begini saja dengan pelanggan yang paham untuk menunggu? Untuk sementara saya memilih akan tetap begini-begini saja deh... sambil menunggu modal terkumpul untuk hire customer service profesional, dan pada waktu itulah saya akan putuskan membesarkan bisnis ini.

Semua tergantung pada keputusan kita.... *smile*

Comments

Popular Posts