Skip to main content

Featured

Part 1 Caregiver Life: Indera Ke-6 Mamiku

Sekitar pertengahan Juli kami mendengar kabar yang kurang menyenangkan. Izinkan aku memulai cerita dari sehari sebelumnya, waktu itu mamiku bilang ke aku dengan wajah serius, "Nik, oma Ewet tuh kondisinya yak apa?" "Ya gitu deh, hasil lab masih belum keluar," jawabku. "Kenapa Oma?" aku tanya balik ke mami, karena merasa heran, tumben dia nanya kondisi besannya. "Tadi malam mami mimpi lihat oma Ewet di-make up cantik sekali, rambutnya pakai kayak bunga-bunga gitu. Trus ada keluarganya kumpul-kumpul semua, mami bantu jaga anak-anak kecil keluarganya oma Ewet," kata mami serius. "Wah, kita doakan aja semoga gak ada apa-apa," kataku mulai kawatir. "Iya," sahut mami, lalu kami pun melanjutkan kesibukan kami masing-masing. Mami tuh ibu kandungku, dia tinggal bersamaku. Dia termasuk orang dengan sixth sense. Sudah banyak firasat yang dia dapat itu terbukti benar. Dulu ketika aku hamil, dia tahu duluan sebelum aku kasi tahu, setelah d

Menyerah Dalam Kepatuhan


Kata-kata di atas diucapkan oleh Maria, bunda Yesus. Ketika itu Maria belum menikah, dan tiba-tiba datanglah malaikat mengabarkan bahwa dia akan hamil. Kalau dipikir dengan akal manusiawi, tentu ini hal yang sangat memalukan: hamil tanpa pernikahan! Perempuan baik-baik seperti Maria tentu akan mengalami dilema jika dihadapkan pada kondisi ini. Apalagi pada jaman dahulu, ketika norma adat dipegang ketat.

Pada jaman saya masih remaja, sekitar tahun 80 - 90-an hamil sebelum menikah adalah tabu. Jika ada yang mengalaminya pasti akan menanggung malu dan sulit diterima oleh masyarakat. Banyak perempuan yang akhirnya terjerumus dalam aborsi. Maria pun pasti mengalaminya. Dia menghadapi dilema antara menerima kehendak Allah atau menolak. Namun, penyerahan diri itu yang diutamakan.

Kita pasti sering juga menghadapi dilema yang sama: antara mengikuti kehendak Allah atau kehendak sendiri. Bagaimana cara mengetahui kehendak Allah? Kalau Maria sih gampang .. malaikat sendiri yang datang untuk mengatakan padanya. Lha kalau malaikat tidak datang bagaimana? Mudahkah mengetahui kehendak Allah? Itu kembali pada kepekaan dan penerimaan kita masing-masing. Makin terlatih makin mudah mengetahui kehendak Allah.

Masalah baru timbul. Setelah mengetahui kehendak Allah, apakah kita mau dengan begitu saja mengikutiNya? Apakah gak lebih mudah untuk ngikuti kehendak kita saja? Ya tentu lebih mudah ngikuti kehendak kita lah... tapi itu tidak baik.

Percayalah, dengan ngikuti kehendak Allah, kita akan dibawa ke tingkat kemuliaan yang lebih tinggi, dengan tugas-tugas yang lebih menantang dan tentunya lebih berguna. Sekarang yang terpenting adalah belajar mendengarkan kehendak Allah, dan patuh mengikutiNya, menyingkirkan keinginan pribadi kita.

Siapkah kita belajar untuk patuh?

Comments

Popular Posts