Search This Blog
Sebuah hidup diantara anak, suami, ibu, crafting, writing, cooking, home educating, dan travelling
Featured
- Get link
- X
- Other Apps
Labels
Ketika "Jangan Lupa Bahagia" Menjadi Sia-sia
"Stay Positive"
"Jangan lupa bahagia"
Itu semua adalah jargon yang sering kita dengar pada saat-saat ini, disaat wabah coronavirus menyerang kita. Namun sayangnya, yang mengucapkan jargon itu seringkali lupa menyertakan cara-caranya untuk stay positive dan jangan lupa bahagia! Sehingga jargon tinggallah jargon dan yang merasa depresi pun tetap depresi, walaupun yang mengucapkan jargon merasa dirinya sudah berjasa.
Saat-saat penuh tekanan adalah saat ketika manusia sudah tak bisa berpikir dengan logika lagi, tak bisa lagi berpikir mendalam. Yang dia rasakan hanyalah tekanan hidup. Segala input yang dia dengar atau rasakan hanyalah akan menambah tekanan hidupnya, termasuk jargon yang anda ucapkan itu. "Stay positive" dan "Jangan lupa bahagia" tidak menunjukkan apapun kecuali aturan dan perintah hidup. Kedua jargon ini tidak menunjukkan empati, perhatian, bahkan kasih. Dalam telinga orang yang depresi, kedua jargon ini lebih terdengar sebagai rules, aturan. Sehingga ketika dia mendengarnya, yang dia rasakan adalah "kamu mudah mengatakan itu, kamu gak ada di posisiku", ini membuat jargon anda terpental begitu saja dari pikirannya, tidak efektif lagi.
Lalu, apa yg bisa menyentuh hati dan pikiran seorang yang depresi? Berikan dia pelukan, nyatakan kasih sayang, buatlah dia tersenyum. Bukan aturan hidup. Kata-kata sederhana seperti:
"Peluk"
"Hugs"
"Aku berdoa untukmu"
Itu akan lebih bermakna, itu menunjukkan perhatian anda, menunjukkan tindakan yang anda lakukan untuk dia. Dalam kata-kata ini anda tidak menyatakan aturan hidup atau perintah baginya untuk melakukan sesuatu. Tapi anda yang melakukan sesuatu untuk dia. Ini lebih berarti bagi teman yang depresi.
Comments
Post a Comment