Skip to main content

Featured

Part 1 Caregiver Life: Indera Ke-6 Mamiku

Sekitar pertengahan Juli kami mendengar kabar yang kurang menyenangkan. Izinkan aku memulai cerita dari sehari sebelumnya, waktu itu mamiku bilang ke aku dengan wajah serius, "Nik, oma Ewet tuh kondisinya yak apa?" "Ya gitu deh, hasil lab masih belum keluar," jawabku. "Kenapa Oma?" aku tanya balik ke mami, karena merasa heran, tumben dia nanya kondisi besannya. "Tadi malam mami mimpi lihat oma Ewet di-make up cantik sekali, rambutnya pakai kayak bunga-bunga gitu. Trus ada keluarganya kumpul-kumpul semua, mami bantu jaga anak-anak kecil keluarganya oma Ewet," kata mami serius. "Wah, kita doakan aja semoga gak ada apa-apa," kataku mulai kawatir. "Iya," sahut mami, lalu kami pun melanjutkan kesibukan kami masing-masing. Mami tuh ibu kandungku, dia tinggal bersamaku. Dia termasuk orang dengan sixth sense. Sudah banyak firasat yang dia dapat itu terbukti benar. Dulu ketika aku hamil, dia tahu duluan sebelum aku kasi tahu, setelah d

Antri Memasuki Peradaban Baru


Pada sebuah diskusi tentang Covid-19 yang mengalami peningkatan, seorang teman mengatakan pada saya: "Allah sedang siapkan kita masuk ke peradaban baru." Ya benar, saya meyakini itu juga. Akan tetapi dalam hati saya merasa sedih, karena proses dalam antri masuk dalam peradaban baru ini selalu ada yang namanya seleksi alam, barangsiapa dianggap tidak siap dengan peradaban baru maka mereka akan punah, disini saya merasa sedih.

Peradaban baru apa yang sedang Allah persiapkan untuk kita?

Sebuah peradaban yang berorientasi digital, online, peradaban dengan perbedaan cara berinteraksi antar manusia, sebuah peradaban yang membuat manusia mengakui bahwa ada makhluk yang tak bisa dilihat dengan mata telanjang namun sangat mempengaruhi hidupnya, sebuah peradaban dengan manusia-manusia yang lebih berhati-hati dan waspada terhadap penyakit. Bisa atau tidak bisa, mau atau tidak mau, manusia harus beradaptasi jika ingin survive.

Kita tak bisa lagi mengatakan: 

"Aku gak bisa cara begini"

"Aku harus bertemu teman-teman"

"Aku tidak bisa mendampingi anakku belajar online lagi"

"Aku harus memeluknya langsung walau dia sedang sakit"

"Foto bersama teman itu harus kelihatan wajahnya"

"Lebaran harus bertemu keluarga secara langsung dan makan-makan bersama satu meja ramai-ramai"

Dengan sangat terpaksa, semua itu harus dihilangkan dan tak dirindukan lagi. Kecuali... ya kecuali, semua pihak bisa memastikan bahwa tak ada virus Covid-19 menempel pada dirinya dengan cara medis, bukan cuma dengan perkiraan subyektif.

Kita bisa memilih dengan siapa kita akan melewati gerbang menuju peradaban baru ini, dan mulai mengembangkan kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih adaptif untuk mempersiapkan diri dalam peradaban baru.

Comments

Popular Posts